Tentang Masalah Sosial

My Photo
Name:
Location: Jakarta- Pekanbaru, Riau, Indonesia

Tentang gue: Gue tuh orangnya rasa ingin taunya besar banget, segala sesuatu yang menjadi penasaran buat gue, pasti gue cepat2 gue ketahui, ingin selalu menjadi yang terbaik (perfecsionis). Gak pendendam, suka menolong, gak sombong, and Gue orangnya simple man, gak neko-neko, iya --- iya, tidak---tidak, gak bisa diem, suka bergadang, merokok (tapi sekarang mau berhenti), sayang ama anak kecil, menghargai pendapat orang lain, low profile (walah yang ini emang gak ada yang bisa dibanggain, kekekke), tapi yang pasti gue orangnya setia dan percaya adanya cinta senjati (wekekekek).

Monday, May 14, 2007

Diskiriminasi di Australia

Orang-orang asli Australia dikenali sebagai orang Aborigin. Mereka yang telah tinggal di benua tersebut selama beratus-ratus tahun telah mengalami penghapusan paling besar di dalam sejarah karena kedatangan orang-orang Kristen dari Eropa di negara tersebut. Orang-orang Kristen ini melakukan pembantaian terhadap orang Aborigin, selain karena berpedoman pada ayat-ayat Alkitab yang memerintahkan untuk membunuh orang-orang non-Kristen atau yang menolak masuk Kristen [Lukas 14:23, Lukas 19:27-28 dan Markus 16:15-16),

Juga karena mereka orang-orang Kristen pembunuh itu berpedoman pada Teori Evolusi (Darwinisme), ciptaan seorang Kristen yang bernama Charles Darwin. Pandangan ideologi Darwinisme tentang orang-orang Aborigin telah membentuk teori liar yang telah menyiksa mereka.

Bangsa pribumi Australia, Aborigin ini telah dilihat sebagai satu spesies manusia yang tidak membangun oleh para pendukung teori evolusi dan telah dibunuh beramai-ramai. Pada tahun 1890 Wakil Presiden Royal Society di Tasmania, James Barnard, telah menulis: "proses pemusnahan ini adalah satu prinsip evolusi dan 'yang kuatlah, yang terus hidup' yang telah diterima umum". Oleh karena itu adalah tidak perlu untuk beranggapan bahwa "telah berlaku kecualian yang buruk" di dalam pembunuhan dan pencabulan terhadap orang-orang Aborigin Australia.

Hasil daripada pandangan rasialis, ganas, dan liar yang telah dipupuk oleh Darwin ini, satu operasi pembunuhan beramai-ramai telah dijalankan untuk menghapuskan orang-orang Aborigin. Kepala Aborigin telah dipaku di pintu-pintu stasiun oleh orang-orang Kristen "tamu tak diundang" itu. Roti beracun telah diberikan kepada keluarga-keluarga Aborigin. Di kebanyakan kawasan-kawasan Australia, kawasan penempatan Aborigin telah dihapuskan dengan cara yang ganas dalam masa 50 tahun.

Kebijakan-kebijakan yang ditujukan kepada orang-orang Aborigin ini tidak hanya terhenti dengan pembunuhan beramai-ramai. Banyak di antara mereka yang dijadikan sebagai hewan-hewan eksperimen. Institut Smithsonia di Washington D.C. telah menyimpan 15.000 jasad orang bangsa ini yang masih utuh. 10.000 orang Abogin Australia telah dihantar dengan kapal laut ke Museum British dengan tujuan untuk memastikan apakah mereka benar-benar adalah "mata rantai yang hilang" (missing link) di dalam perubahan dari monyet kepada manusia, sesuai teori si Kristen Darwin.

Museum-museum ini tidak hanya berminat dengan tulang-tulang mereka, tetapi dalam masa yang sama mereka juga menyimpan otak kepunyaan orang-orang Aborigin ini dan menjualnya dengan harga yang tinggi. Terdapat juga bukti yang menunjukkan bahawa orang-orang Aborigin ini juga dibunuh untuk
digunakan sebagai spesimen. Fakta di bawah membuktikan keganasan ini:

Memoir sebelum mati dari Korah Wills, yang telah menjadi walikota Bowen, Queensland pada 1866, telah menceritakan bagaimana dia telah membunuh dan memenggal seorang penduduk asli pada tahun 1865 untuk mendapatkan spesimen sains. Edward Ramsay, pegawai kurator Australian Museum di Sydney sejak 20 tahun dari tahun 1874, juga ikut terlibat. Beliau telah menerbitkan sebuah risalah yang memasukkan Aborigin di bawah tajuk "hewan-hewan Australia". Ia juga memberikan panduan tidak hanya bagaimana hendak merompak kubur, tetapi juga bagaimana untuk mencabut peluru daripada daging "spesimen" yang telah dibunuh.

Seorang pendukung teori evolusi dari Jerman, Amalie Dietrich (digelar juga 'Angel of Black Death') telah datang ke Australia dan bertanya kepada pemilik-pemilik stasiun tentang Aborigin untuk dibunuh demi mendapatkan spesimen, selalunya kulit mereka dijadikan sebagai sarung pelapik dan rangka untuk majikan museumnya. Walaupun, pernah dihalau sekurang-kurangnya sekali, tetapi dalam masa yang singkat beliau telah kembali bersama spesimennya.

Seorang missionaris di New South Wales adalah saksi atas penyembelihan oleh polisi atas berlusin-lusin orang Aborigin, baik lelaki, perempuan dan anak-anak. Empat puluh lima kepala telah dididihkan dan 10 tengkorak yang sempurna telah dibungkus untuk dikirim ke luar negeri.

Eksperimen ke atas orang-orang Aborigin ini terus berkelanjutan hingga abad ke-20. Di antara metode yang digunakan di dalam eksperimen ini ialah pemisahan secara paksa anak-anak Aborigin dari keluarga mereka. Cerita baru oleh Alan Thornhill, yang telah muncul di dalam edisi 28 April 1997 Philadelphia Daily News, telah menceritakan dengan panjang lebar tentang metode ini yang digunakan untuk menentang Aborigin, seperti berikut:

Bangsa Aborigin yang tinggal di padang pasir barat laut Australia, pernah
melumuri kulit anak-anak mereka yang cerah dengan arang, supaya kelompok
agen kerajaan tidak akan merampas mereka. "Kumpulan ini akan menangkap kamu apabila mereka menemui kamu", salah seorang anak-anak yang dicuri
melaporkan, beberapa tahun kemudian. "Orang-orang kami akan menyembunyikan kami dan mewarnai kami dengan arang".

"Saya telah dibawa ke Moola Bulla", kata seorang penggembala lembu yang telah diculik ketika masih kanak-kanak. "Kami berusia 5 atau 6 tahun". Kisah beliau adalah satu daripada beratus-ratus kisah yang telah didengar oleh Lembaga Hak Asasi Manusia dan Hak Persamaan Taraf Australia, ketika dilakukan penyelidikan ke atas "generasi yang dicuri".

Antara tahun 1910 sampai 1970-an, kira-kira 100.000 anak-anak Aborigin telah diambil daripada orang tua mereka. anak-anak Aborigin yang berkulit cerah itu akan diberikan kepada keluarga-keluarga kulit putih sebagai anak angkat. Kanak-kanak berkulit hitam pula menjadi yatim piatu.

Sehingga kini, kepedihannya amat dahsyat sehinggakan kebanyakan cerita-cerita telah dicetak secara diam-diam di dalam laporan akhir lembaga tersebut, "Bringing Them Home". Lembaga tersebut menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan ketika itu adalah bersamaan dengan pemusnahan bangsa seperti yang digambarkan oleh PBB. Pemerintah Australia telah menolak untuk mengikuti penyelidikan yang akan dilakukan dimana sebuah dewan telah dibentuk untuk menilai pembayaran ganti rugi untuk anak-anak Aborigin yang diculik.

Seperti yang kita lihat, layanan tidak berperikemanusiaan ini, pembunuhan beramai-ramai, keganasan, kebuasan, dan pemusnahan yang dilakukan telah dijusfikasikan oleh Alkitab, juga berpegang pada tesis Darwin tentang "pilihan langsung", "perjuangan untuk terus hidup", dan "'yang kuatlah, yang terus hidup'".

Segala penyiksaan yang dialami oleh orang-orang asli Australia ini hanyalah sebagian kecil daripada malapetaka yang dibawakan oleh Kristen dan Darwinisme kepada dunia. Yang pasti, Kristen Inggris telah melakukan pembunuhan dan penekanan terhadap ribuan penduduk asli benua Australia, suku Aborigin dan suku Maori (New Zealand).




Diskriminasi terhadap penduduk asli yang jumlahnya sudah menyusut jauh tersebut masih terus berlangsung sampai saat ini. Ironis memang, "si empunya rumah" (penduduk asli) justru menjadi tamu di negerinya sendiri, dan kaum pendatang yang bengis-bengis itu justru telah menjadi "si tuan rumah".

Di dalam buku beliau The Origin of Species Darwin melihat penduduk asli Australia dan Negro sebagai makhluk-makhluk yang sama taraf dengan gorilla dan mengatakan bahwa bangsa-bangsa ini akan lenyap. Sementara bagi bangsa-bangsa lain yang dilihatnya sebagai "bermartabat rendah", dia menegaskan bahwa adalah perlu untuk menyekat mereka supaya bangsa-bangsa ini pupus. Oleh karena itu, laluan rasisme dan diskriminasi yang masih wujud sehingga ke hari ini, telah disahkan dan diterima oleh Darwin dengan cara ini.

Memang sungguh malang sekali nasib bangsa Aborigin. Mereka adalah bangsa asli pemilik sah benua Australia. Namun ketika orang-orang Kristen itu menerobos masuk Australia, bangsa Aborigin yang tidak memiliki senjata itu telah diperlakukan secara sangat tidak manusiawi. Di mata Inggris, Aborigin tidak lebih daripada hewan liar yang mesti diburu dan dibunuh. Tangan orang-orang Kristen Inggris benar-benar berlumuran darah ketika mencaplok Australia. Bangsa Aborigin terpaksa menerima proses "civilized" dan "cultured" yang diterapkan oleh penjajah Inggeris.

Captain Arthur Phillip memperhitungkan, kira-kira 1.500 bangsa Aborigin di sekitar Sidney di tahun 1788. Akan tetapi angka tersebut merosot tajam kepada kurang dari 200 orang yang hidup tahun 1830-an.

Charles Darwin yang berkelana ke Australia tahun 1836, masih sempat menyaksikan angka tragis itu. Kunjungan Charles Darwin kononnya membawa missi humanitarian untuk menyelamatkan dan memelihara keturunan Aborigin supaya tidak musnah, akan tetapi realitas yang terjadi adalah, mereka diburu oleh orang-orang Kristen seperti binatang buas. Mereka juga diperkosa, serta perkampungan mereka dibakar dan dihanguskan oleh orang-orang Kristen itu.

Beberapa tahun kemudian, bangsa Aborigin tersisa hanya beberapa orang saja lagi di jalan Sidney, hidup sebagai manusia yang hina di tanah airnya sendiri dan tidak memiliki lagi masa depan. Kenangan ini dilukiskan Darwin sbb: "Wherever the European has trod, death seems to pursue the aboriginal. We may look to the wide extent of the Americas, Polynesia, the Cape of Good Hope and Australia, and we find the same result..." (Dimana saja-Orang Eropa telah menyakiti hati sepanjang masa, membunuh. Memburu orang Aborigin menjadi kebanggaan sebelum mati. Kita bisa menyaksikan dengan jelas merata tempat di Amerika, Polynisia, Cape dan Australia, ternyata sama hasilnya...").

Bahkan John Glover mengatakan: "...the only alternative now is, if they do not ready become friendly, to annihilate them at once" (sekarang tinggal hanya satu saja pilihan, jika mereka tidak mau bersahabat dengan kita, maka dijahanamkan sekaligus).

Sesudah mobilitas politik Inggris mapan, barulah pada pada tahun 1831, kepada bangsa Aborigin yang berdomisili di wilayah Tasmania, dipaksa menerima Hukum Perkawinan made-in British. Bagaimanapun bangsa Aborigin menolak, sebab mereka juga memiliki hukum perkawinan mengikut budaya dan kepercayaannya sendiri. Sebagai balasan kepada mereka yang menolak, mereka dikapalkan ke sebuah pulau di Bass Strait. Tragis sekali, dalam jangka masa satu tahun saja, jumlahnya kurang dari 50 orang lagi yang tinggal. "They
last pure-blooded Tasmanian died in 1876".

Di atas kejadian itu, Charles Darwin ketika mengunjungi Tasmania berkata: "I fear there is no doubt that this train of evil and its consequences originated in the infamous conduct of some of our countrymen" (Aku takut bahwa disana ada keraguan bahwa kereta kejahatan/iblis ini dan konsekwensinya dimulai di dalam perlakuan buruk yang dilakukan oleh orang-orang kita).

Di Maralinga, suatu negeri dimana bangsa Aborigin menetap di sana. Inggris telah melakukan ujian bom atom. Laporan daripada "Green peace Book of Nuclear Age: The Hidden Human Cost" menyimpulkan bahwa: "the test had probably caused an increase in the level of cater among the Australian population in general, and among Aborigines living near the test sites and thousand of servesmen and civilians directly involved with the tests". (Ujian ini pada umumnya telah memungkinkan sekali terjadinya pertambahan jumlah penderita penyakit cacar diantara orang Australia sendiri, kalangan Aborigin yang berdekatan dengan lokasi dan secara langsung ribuan dari pekerja dan orang sipil juga ikut merasakan akibat daripada ujian tersebut).

Akan tetapi sedihnya, Henry Kissinger, bekas Menteri Luar negeri Amerika justeru berkata: "There are only 90.000 people out there. "Who gives a damn?" demikian dilaporkan oleh "Day of two Suns. US Nuclear Testing and The Pacific islanders."

Begitulah arogansi dan keangkuhan penjajah Inggris ketika itu untuk melucuti bangsa Aborigin melalui metode 'civilized' dan 'cultured' yang dilaksanakan Kristen Inggris. (catatan dari buku "Sumatra Menggugat").

Ketika kulit putih datang pertama kalinya pada tahun 1788, Sydney ibarat sebuah museum raksasa Aborigin berisi sekitar 10.000 batu ukiran dan beragam karya kesenian lainnya. Baru sebagian saja peninggalan itu digali dan
ditemukan, yang lainnya menjadi korban vandalisme kulit putih. Belum lama ini, salah satu karya dihancurkan cuma karena tempat itu dijadikan lapangan golf.

Dalam versi pemerintahan Australia kulit putih, orang-orang Aborigin yang dikolonialisasi itu adalah rakyat yang bermusuhan dan tidak beradab. Akan tetapi, bagi Aborigin kedatangan penjajah putih itu mengawali sebuah invasi dan penghancuran yang tak habis-habisnya bagi kebudayaan mereka.

Seorang pahlawan Eora bernama Pemulwuy, yang memimpin perjuangan selama 12 tahun, dan sempat membunuh gubernur Inggris di Botany Bay pada tahun 1790. Namun, serdadu-serdadu Inggris sungguh tidak tahu malu, mereka malah memenggal kepala Pemulwuy," kata Eric Willmot, pengarang buku berjudul 'Pemulwuy, The Rainbow Warrior', yang menceritakan bagaimana kepala itu dikirim ke Inggris.

Jadi tak bisa dipungkiri lagi, ribuan orang Aborigin telah dibunuh secara kejam oleh orang-orang Kristen, atau mati karena berbagai penyakit menular. Sebagian diculik, lalu dibawa ke Inggris untuk dihukum mati.

Lebih mengerikan lagi, di dalam masyarakat mereka hanya digolongkan bersama binatang dan tumbuhan (Flora and Fauna Act), dan baru memperoleh kewarganegaraan tahun 1967. Sebagian lagi wajib mengenakan "kalung anjing" sebagai tanda pengenal.

Australia juga menerapkan Undang-Undang Kesejahteraan Nasional (National Welfare Act), yang mengesahkan pemerintah memisahkan anak Aborigin dari orang tuanya.

Akibat UU tersebut, dari tahun 1910 sampai 1970, sedikitnya 100.000 anak Aborigin yang pada umumnya berasal dari ayah atau kakek berkulit putih, terpisah dari orang tuanya. Anak Aborigin itu ditempatkan di panti asuhan yang disubsidi pemerintah. Biasanya, yang berkulit sedikit terang diadopsi keluarga kulit putih Australia. Mereka yang berkulit gelap biasanya akan menghabiskan masa kanak-kanak mereka di panti asuhan dengan sedikit atau tanpa pendidikan memadai.

Pemerintah Australia menganggap kebijakan itu sebagai kebijakan kemanusiaan untuk mengangkat harkat bangsa Aborigin. Dalam kenyataannya, kebijakan itu mengeliminasi jumlah orang Aborigin, yang berada di Australia sejak 60.000 tahun silam.

Yang diharapkan oleh orang-orang Kristen Inggris dan selanjutnya menjadi Kristen Australia itu adalah, keturunan asli Aborigin akan meninggalkan habitat mereka, kemudian musnah karena meninggal akibat penyakit atau tingkat kelahiran rendah. Rencana ini hampir berhasil. Populasi Aborigin di Australia terus menyusut dari sekitar 60.000 jiwa pada tahun 1870-an menjadi tinggal 20.000 jiwa pada dasawarsa 1930-an.

Pada Juni 1997, pemerintah Australia mendirikan Komisi HAM dan Persamaan Kesempatan, yang menyeru dihentikannya kebijakan pembunuhan massal.

Diskriminasi secara sistematik dan pembunuhan massal jangan dianggap remeh, dan pemerintah Australia berdasarkan atas hukum internasional, wajib memperbaiki kesalahan mereka,'' kata Komisi HAM dan Persamaan Kesempatan dalam laporannya setebal 689 halaman.

Pemerintah Australia menolak menanggapi laporan tersebut. Begitu juga dengan PM John Howard. Dengan congkak, Howard mengesampingkan seruan komisi HAM tersebut dengan mengatakan, isi laporan itu tidak lebih sebagai "pita hitam pada lengan'' dalam sejarah Australia. "Generasi Australia sekarang tidak perlu menerima dosa lama dan menyalahkan tindakan salah di masa lalu, yang tidak bisa mereka kendalikan,'' kata Howard.

Padahal, diskriminasi terhadap bangsa Aborigin itu sampai kini masih terus berlangsung. Agaknya, bagi orang-orang Kristen Australia, daripada harus mengakui kesalahan sendiri, mereka lebih suka menjadi "ksatria kulit putih'' bagi orang Timtim, sepupu dekat bangsa Aborigin.

Friday, October 06, 2006

Penemu Benua Amerika, Laksamana Zheng He

Sekitar 70 tahun sebelum Columbus menancapkan benderanya di daratan Amerika, Laksamana Zheng He sudah lebih dulu datang ke sana. Para peserta seminar yang diselenggarakan oleh Royal Geographical Society di London beberapa waktu lalu dibuat terperangah. Adalah seorang ahli kapal selam dan sejarawan bernama Gavin Menzies dengan paparannya dan lantas mendapat perhatian besar.

Tampil penuh percaya diri, Menzies menjelaskan teorinya tentang pelayaran terkenal dari pelaut mahsyur asal Cina, Laksamana Zheng He (kita mengenalnya dengan Ceng Ho-red). Bersama bukti-bukti yang ditemukan dari catatan sejarah, dia lantas berkesimpulan bahwa pelaut serta navigator ulung dari masa dinasti Ming itu adalah penemu awal benua Amerika, dan bukannya Columbus.

Bahkan menurutnya, Zheng He 'mengalahkan' Columbus dengan rentang waktu sekitar 70 tahun. Apa yang dikemukakan Menzies tentu membuat kehebohan lantaran masyarakat dunia selama ini mengetahui bahwa Columbus-lah si penemu benua Amerika pada sekitar abad ke-15. Pernyataan Menzies ini dikuatkan dengan sejumlah bukti sejarah. Adalah sebuah peta buatan masa sebelum Columbus memulai ekspedisinya lengkap dengan gambar benua Amerika serta sebuah peta astronomi milik Zheng He yang dosodorkannya sebagai barang bukti itu. Menzies menjadi sangat yakin setelah meneliti akurasi benda-benda bersejarah itu.

''Laksana inilah yang semestinya dianugerahi gelar sebagai penemu pertama benua Amerika,'' ujarnya. Menzies melakukan kajian selama lebih dari 14 tahun. Ini termasuk penelitian peta-peta kuno, bukti artefak dan juga pengembangan dari teknologi astronomi modern seperti melalui program software Starry Night.

Dari bukti-bukti kunci yang bisa mengubah alur sejarah ini, Menzies mengatakan bahwa sebagian besar peta maupun tulisan navigasi Cina kuno bersumber pada masa pelayaran Laksamana Zheng He. Penjelajahannya hingga mencapai benua Amerika mengambil waktu antara tahun 1421 dan 1423. Sebelumnya armada kapal Zheng He berlayar menyusuri jalur selatan melewati Afrika dan sampai ke Amerika Selatan.

Uraian astronomi pelayaran Zheng He kira-kira menyebut, pada larut malam saat terlihat bintang selatan sekitar tanggal 18 Maret 1421, lokasi berada di ujung selatan Amerika Selatan. Hal tersebut kemudian direkonstruksi ulang menggunakan software Starry Night dengan membandingkan peta pelayaran Zheng He.

"Saya memprogram Starry Night hingga masa di tahun 1421 serta bagian dunia yang diperkirakan pernah dilayari ekspedisi tersebut," ungkap Menzies yang juga ahli navigasi dan mantan komandan kapal selam angkatan laut Inggris ini. Dari sini, dia akhirnya menemukan dua lokasi berbeda dari pelayaran ini berkat catatan astronomi (bintang) ekspedisi Zheng He.

Lantas terjadi pergerakan pada bintang-bintang ini, sesuai perputaran serta orientasi bumi di angkasa. Akibat perputaran bumi yang kurang sempurna membuat sumbu bumi seolah mengukir lingkaran di angkasa setiap 26 ribu tahun. Fenomena ini, yang disebut presisi, berarti tiap titik kutub membidik bintang berbeda selama waktu berjalan. Menzies menggunakan software untuk merekonstruksi posisi bintang-bintang seperti pada masa tahun 1421.

"Kita sudah memiliki peta bintang Cina kuno namun masih membutuhkan penanggalan petanya," kata Menzies. Saat sedang bingung memikirkan masalah ini, tiba-tiba ditemukanlah pemecahannya. "Dengan kemujuran luar biasa, salah satu dari tujuan yang mereka lalui, yakni antara Sumatra dan Dondra Head, Srilanka, mengarah ke barat."

Bagian dari pelayaran tersebut rupanya sangat dekat dengan garis katulistiwa di Samudera Hindia. Adapun Polaris, sang bintang utara, dan bintang selatan Canopus, yang dekat dengan lintang kutub selatan, tercantum dalam peta. "Dari situ, kita berhasil menentukan arah dan letak Polaris. Sehingga selanjutnya kita bisa memastikan masa dari peta itu yakni tahun 1421, plus dan minus 30 tahun."

Atas temuan tersebut, Phillip Sadler, pakar navigasi dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, mengatakan perkiraan dengan menggunakan peta kuno berdasarkan posisi bintang amatlah dimungkinkan. Dia juga sepakat bahwa estimasi waktu 30 tahun, seperti dalam pandangan Menzies, juga masuk akal.

Sang penjelajah ulung
Selama ini, masyarakat dunia mengetahui kiprah Zheng He sebagai penjelajah ulung. Dia terlahir di Kunyang, kota yang berada di sebelah barat daya Propinsi Yunan, pada tahun 1371. Keluarganya yang bernama Ma, adalah bagian dari warga minoritas Semur. Mereka berasal dari kawasan Asia Tengah serta menganut agama Islam. Ayah dan kakek Zheng He diketahui pernah mengadakan perjalanan haji ke Tanah Suci Makkah. Sementara Zheng He sendiri tumbuh besar dengan banyak mengadakan perjalanan ke sejumlah wilayah. Ia adalah Muslim yang taat.

Yunan adalah salah satu wilayah terakhir pertahanan bangsa Mongol, yang sudah ada jauh sebelum masa dinasti Ming. Pada saat pasukan Ming menguasai Yunan tahun 1382, Zheng He turut ditawan dan dibawa ke Nanjing. Ketika itu dia masih berusia 11 tahun. Zheng He pun dijadikan sebagai pelayan putra mahkota yang nantinya menjadi kaisar bernama Yong Le. Nah kaisar inilah yang memberi nama Zheng He hingga akhirnya dia menjadi salah satu panglima laut paling termashyur di dunia.

Monday, August 28, 2006

Indonesia dan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie)


Pada abad ke-16 Portugis dan Spanyol menguasai pelayaran ke Asia serta menguasai perdagangan rempah-rempah antara Asia dengan Eropa, khususnya perdagangan lada. Dalam perkembangan selanjutnya di Eropa, Raja Portugal memiliki kekuasaan tunggal atas pengangkutan dan pembelian hasil bumi dari Asia. Semua kontrak jual beli hasil bumi ditentukan harganya oleh Raja Portugal. Orang-orang Belanda yang dikenal sebagai pedagang merasa dirugikan oleh tindakan Portugal tersebut, dan akhirnya berusaha mencari jalan sendiri untuk menghindari monopoli perdagangan Portugal.

Atas inisiatif Staten-Generaal (semacam Dewan Rakyat) pada tanggal 20 Maret 1602 didirikan perusahaan dagang VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) di Amsterdam, yang kemudian berkembang di berbagai kota lainnya. Para pedagang besar Belanda sebagai pemegang sahamnya. Dalam waktu hanya lima tahun VOC memiliki 15 armada yang terdiri dari 65 kapal yang memulai pelayarannya dari pelabuhan-pelabuhan Rotterdam, Amsterdam, Middelburg, Vlissingen, Veere, Delft, Hoorn dan Enkhuizen.

Sebelum terbentuknya VOC, ekspedisi Belanda pertama ke Asia telah melakukan tiga kali pelayaran antara tahun 1594 – 1596 namun mengalami kegagalan. Para pelaut banyak yang jatuh sakit karena keracunan makanan yang sudah membusuk. Kapal pertama Belanda mendarat di Banten tahun 1596, tetapi tidak mendapat rempah-rempah seperti yang diharapkan. Pelayaran selanjutnya ke Maluku (kapal “De Houtman” dan “Van Beuningen”) mengalami kegagalan juga, karena terjadi bentrokan fisik antara awak kapal dengan penduduk setempat sehingga banyak pelautnya yang mati. Pada tahun 1597 tiga dari empat kapal kembali ke Belanda dan dari 249 awak kapal hanya tinggal 90 orang yang masih hidup. Ekspedisi kedua dilakukan pada tahun 1598 dengan 8 buah kapal dibawah komando kapten kapal van Neck dan van Warwijk yang berhasil membawa rempah-rempah dalam jumlah besar dari kepulauan Maluku terutama dari Banda, Ambon dan Ternate.

VOC merupakan perusahaan multinasional yang pertama di dunia yang tersebar di banyak negara, dan dalam melaksanakan kegiatan perdagangannya tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang tidak beradab, termasuk pembunuhan terhadap penduduk dan memperlakukan penduduk asli sebagai budak tanpa rasa perikemanusiaan khususnya di Indonesia.

Persaingan antara Belanda dan Portugis dalam perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku berakhir ketika Belanda berhasil membangun permukiman tetap dengan mengusir Portugal pada tgl 23 Februari 1605. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa Belanda berhasil menggantikan posisi Portugal mendapatkan sumber hasil bumi dari kepulauan Nusantara. Selama dua abad menguasai bumi Indonesia, VOC telah bertindak dan memerintah dengan menggunakan kekuasaan militer menekan dan mengadu-domba kerajaan-kerajaan setempat, memberlakukan hukumnya sendiri di seluruh Indonesia, memiliki pengadilan sendiri dan melakukan perdagangan monopoli yang sangat merugikan rakyat.

Bagi Belanda VOC merupakan kenyataan sejarah yang membanggakan karena memberi nilai tambah yang tidak kecil kepada rakyat Belanda, dan karena alasan itu Kementerian Pendidikan Belanda memprakarsai peringatan dan perayaan 400 tahun VOC secara nasional yang pelaksanaannya dilakukan oleh swasta di seluruh negeri. VOC juga dianggap telah membawa kemakmuran serta kekayaan kultur bagi negara Belanda, bahkan dianggap membawa cakrawala baru karena berhasil “menguasai” kawasan-kawasan dunia baru. VOC dinilai berhasil mendorong berbagai perkembangan kemasyarakatan, dan dengan mengarungi lautan telah memperkaya bangsa Belanda belajar tentang bangsa-bangsa lain. Untuk itu generasi muda Belanda harus mengetahui tentang apa arti dan bagaimana perwujudan VOC sebagai bagian dari karya nyata dan kejayaan bangsa Belanda di masa lalu. Peringatan dan perayaan 400 tahun VOC akan dilakukan di 6 kota dan dipusatkan di Ridderzaal melalui pameran dan penyediaan informasi tentang VOC sepanjang tahun 2002. Pihak Belanda telah melakukan pendekatan kepada pemerintah Afrika Selatan, Sri Lanka dan India agar ikut serta mengambil bagian memperingat dan merayakan 400 tahun VOC. Karena dianggap akan mengandung kepekaan politik, panita VOC tidak mengajak Indonesia, walaupun Belanda menyadari bahwa sebagian besar kegiatan dan keuntungan yang diraup VOC justru berasal dari Indonesia.

Pandangan terhadap peran VOC di Indonesia

Dr Gerrit Knaap dari KITLV (Belanda), dalam tulisannya berjudul “Dutch Perception of Indonesian History, Anno 2001” dalam sarasehan mengenai sejarah hubungan Indonesia-Belanda di KBRI Den Haag pada bulan Agustus 2001, a.l. mengatakan “Personally, I fully agree to the fact that the VOC in Indonesia was nothing more and nothing less than a colonial state. This was already imminent in the charter by which the VOC was founded in 1602, where it was stipulated by the government that this company not only should be the exclusive Dutch Organization to trade in the area between Cape of Good Hope and Cape Hoorn, but that also possessed the right to wage war, make peace and built fortress in that area. War, peace and fortress are attributes of a state, not of a trader.” Selanjutnya Dr Knaap menambahkan dalam tulisan yang sama bahwa … “the VOC as such is an organization with two faces, that of the merchant and that of the statesman”. Bahkan dia mengkhawatirkan tentang adanya sikap orang-orang di Belanda bahwa seolah-olah VOC hanya melaksanakan perdagangan saja di Indonesia, karena berarti orang-orang tersebut samasekali tidak tahu tentang sejarah yang sebenarnya.

Dr Anhar Gonggong sejarawan Indonesia, dalam kesempatan yang sama, a.l. mengatakan bahwa VOC merupakan simbol dari kehendak Belanda untuk mendapatkan keuntungan ekonomi-perdagangan sekaligus perluasan wilayah kolonialnya. Dr Anhar Gonggong menyitir pendapat Dr Verkuyl yang mengatakan : “Selama pemerintahan VOC, yang merupakan suatu kongsi dagang monopolistis yang dipersenjatai, yang memiliki kedaulatan atas wilayah-wilayah tertentu yang diperolehnya dengan merampas”.Apa yang dilakukan VOC di Indonesia, menurut Dr Anhar Gonggong merupakan tindakan awal dari kekuatan-kekuatan imperialis-kolonialistik. Dengan perkataan lain merupakan proses awal penancapan kekuasaan kolonialistik yang didorong oleh motif ekonomi-merkantil. Motif ini hanya bisa berhasil kalau didukung oleh pemerintah Belanda dengan memberi bantuan militer.

Sementara ilmuwan Belanda maupun Indonesia cukup banyak yang memiliki kesimpulan sama tentang peran VOC di Indonesia pada abad ke 16 dan 17 yaitu tidak terlepas dari politik kolonialisme Belanda, namun di pihak lain sampai sekarang masih cukup banyak pihak-pihak di Belanda yang beranggapan bahwa kolonialisme Belanda di Indonesia memiliki misi khusus, yang mereka sebutkan sebagai “misi suci” a.l. untuk :

1. men-civilized-kan orang-orang Indonesia yang masih primitif;
2. memberi kemakmuran kepada orang-orang Indonesia yang masih terbelakang,
3. mempersatukan orang-orang Indonesia yang selalu berkelahi antar mereka,
4. memberi pendidikan dan kemajuan rakyat Indonesia, dan
5. kedatangan VOC ke Indonesia semata-mata untuk berdagang saja.

Sikap pandang bangsa Indonesia terhadap peringatan 400 tahun VOC

Masalah peringatan maupun perayaan 400 tahun VOC merupakan urusan orang Belanda sendiri dan merupakan haknya untuk memperingatinya dan tidak ada hubungannya dengan kepentingan langsung bangsa Indonesia. Belanda sendiri yang mengakui bahwa peringatan itu mengandung kepekaan politik bagi Indonesia, yang sebenarnya secara eksplisit sebagai suatu pengakuan bahwa kehadiran VOC di Indonesia tidak disukai rakyat Indonesia. Pihak Belanda tidak pernah melakukan pendekatan formal kepada Indonesia untuk ikut memperingati atau merayakan 400 tahun VOC, walaupun berdasarkan informasi ada pihak-pihak swasta di Indonesia yang “bersedia” melakukannya demi aliran bantuan yang diberikan oleh pihak Belanda.

Bangsa Indonesia hendaknya melihat VOC sebagai bagian dari kolonialisme Belanda di Indonesia, dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia secara tegas menentang kolonialisme dalam bentuk apapun. Persoalan yang kita hadapi adalah tentang kewajaran dan kepantasan bagi bangsa Indonesia untuk ikut meramaikan peringatan atau perayaan 400 tahun VOC di bumi Indonesia sendiri, sementara kita tahu dan sadar bahwa kehadiran VOC di Indonesia telah memakan banyak korban harta dan jiwa rakyat Indonesia serta merupakan bagian dari kekuasaan kolonialistik.

Salah satu keberhasilan dan kesuksesan VOC menguasai seluruh wilayah Indonesia adalah melalui kemampuannya memanfaatkan sikap bangsa kita yang mudah diadu-domba karena keragaman etnis, dan juga menggunakan penguasa bangsa Indonesia sendiri untuk menekan rakyatnya. Apakah bangsa kita sekarang ini masih mau dan bersedia untuk terus dijadikan ajang adu-domba demi membela kepentingan asing, tentunya bangsa kita sendiri yang dapat menjawabnya. Perbedaan intern yang menimbulkan pertentangan bahkan konflik antar kita merupakan kelemahan yang harus kita akui, dan untuk menanggulanginya hanya dapat oleh kemauan kita sendiri.

Dengan dalih mengapa kita harus menghilangkan kesempatan menikmati bantuan, masih ada orang-orang di Indonesia yang berpendapat bahwa menolak untuk ikut memperingati 400 tahun VOC sebagai tingkah “pahlawan kesiangan” karena persoalan VOC sudah merupakan persoalan masa lalu. Masa lalu memang tidak perlu diungkit kembali apalagi kalau diikuti dengan pembalasan dendam, tetapi penglihatan terhadap masa lalu hendaknya juga tidak menghilangkan perasaan pengorbanan dan penderitaan rakyat terhadap kekuasaan asing yang lalim, seperti perasaan bangsa Belanda terhadap penjajahan Jerman.

Keinginan dan maksud Belanda untuk membangun kembali monumen kehadirannya di Indonesia pada masa-masa lalu tentunya perlu kita sambut, tetapi hendaknya pembangunan tidak dikaitkan dengan peringatan 400 tahun VOC. Keinginan membangun monumen Belanda itupun perwujudannya harus pula berimbang, karena bukan hanya kemegahan gedung secara fisik saja yang harus diperhatikan tetapi juga tempat-tempat dimana pihak Belanda pernah menyiksa bangsa Indonesia perlu dipertontonkan. Hal ini perlu diketahui oleh generasi muda di Indonesia dan Belanda, sebagai suatu pelajaran agar segala macam penindasan tidak terulang lagi.

Keadaan sudah berubah dan hubungan Indonesia dengan Belanda sudah semakin baik dan bangsa Belanda sudah menjadi sahabat bangsa Indonesia, apalagi masyarakat Belanda telah membantu ketika Indonesia sedang dalam keadaan sulit. Namun tentunya kita tidak perlu meninggalkan prinsip kita sendiri terhadap kolonialisme. Persahabatan adalah persahabatan, sedangkan prinsip adalah tetap prinsip. Kehadiran Belanda di bumi Indonesia adalah suatu kenyataan sejarah, dan sejarah hubungan kedua bangsa dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu yang buruk dan yang baik bagi keduabelah pihak.. Yang buruk harus dijadikan peringatan untuk tidak diulang lagi, sementara yang baik kalau perlu dapat kita sempurnakan. Generasi baru di Indonesia dan Belanda perlu mengerti perjalanan sejarah hubungan kedua bangsa sebagai monumen yang memiliki dua dimensi tersebut, untuk dapat dijadikan pelajaran positif agar tidak terulang kembali peristiwa yang pernah menyakitkan salah satu pihak

Saturday, August 19, 2006

Soup Janin dari Cina





Cerita ini ditulis oleh seorang wartawan di Taiwan sehubungan dengan adanya gosip mengenai makanan penambah kekuatan dan stamina yang dibuat dari sari/kaldu janin manusia.

'Healthy Soup' yang dipercaya dapat mendapat stamina dan keperkasaan pria terbuat dari janin bayi manusia berumur 6 - 8

Salah seorang pengusaha pemilik pabrik di daerah Tong Wan, Taiwan mengaku sebagai pengkonsumsi tetap 'Healthy Soup'. Sebagai hasilnya, pria berusia 62 tahun menjelaskan khasiat 'Healthy Soup' ini mempertahankan kemampuannya untuk dapat berhubungan seks beberapa kali dalam semalam.

Penulis diajak oleh pengusaha tersebut di atas ke salah satu restoran yang menyediakan 'Healthy Soup' di kota Fu San - Canton dan diperkenalkan kepada juru masak restoran tersebut. Kata sandi untuk 'Healthy Soup' adalah BAIKUT.

Juru masak restoran menyatakan jenis makanan tersebut tidak mudah didapat karena mereka tidak tersedia 'ready stock'. Ditambahkan pula bahwa makanan tersebut harus disajikan secara fresh, bukan frozen. Tetapi kalau berminat, mereka menyediakan ari-ari bayi (plasenta) yang dipercaya dapat meningkatkan gairah seksual dan juga obat awet muda.

Juru masak restoran tersebut mengatakan jika memang menginginkan Healthy Soup', dia menganjurkan untuk datang ke sebuah desa di luar kota dimana ada sepasang suami istri yang istrinya sedang mengandung 8 bulan. Diceritakan pula bahwa si istri sebelumnya sudah pernah mengandung 2 kali, tetapi kedua anaknya lahir dengan jenis
kelamin perempuan. Jika kali ini lahir perempuan lagi, maka 'Healthy Soup' dapat didapat dengan waktu dekat.

Cara pembuatan 'Healthy Soup', seperti yang diceritakan oleh jurnalis yang meliput kisah ini adalah sebagai berikut:
Janin yang berumur beberapa bulan, ditambah Pachan, Tongseng, Tongkui, Keichi, Jahe, daging ayam dan Baikut, di tim selama 8 jam, setelah itu dimasak selayaknya memasak sup.

Beberapa hari kemudian seorang sumber menghubungi penulis untuk memberitahukan bahwa di Thaisan ada restoran yang sudah mempunyai stok untuk 'Healthy Soup'. Bersama sang pengusaha, penulis dan fotografer pergi ke restoran di Thaisan untuk bertemu dengan juru masak restoran tersebut yang tanpa membuang waktu langsung mengajak rombongan untuk tour ke dapur.

Di atas papan potong tampak janin tak bernyawa itu tidak lebih besar dari seekor kucing.
Sang juru masak menjelaskan bahwa janin tersebut baru berusia 5 bulan, tidak dijelaskan berapa harga belinya, yang pasti itu tergantung besar-kecil, hidup-mati janin tersebut dan sebagainya (Masya Allah!!!).

Kali ini, harga per porsi 'Healthy Soup' 3,500 RMB karena stok sedang sulit untuk didapat. Sambil mempersiapkan pesanan kami, dengan terbuka juru masak tersebut menerangkan bahwa janin yang keguguran atau digugurkan, biasanya mati, dapat dibeli hanya dengan beberapa ratus RMB saja, sedang kalau dekat tanggal kelahiran dan masih hidup, bisa semahal 2.000 RMB.

Urusan bayi itu diserahkan ke restoran dalam keadaan hidup atau mati, tidak ada yg mengetahui. Setelah selesai, 'Healthy Soup' disajikan panas di atas meja, penulis dan fotografer tidak bernyali untuk ikut mencicipi, setelah kunjungan di dapur, sudah kehilangan semua selera makan, maka cepat-cepat meninggalkan mereka dengan alasan tidak enak badan.
Menurut beberapa sumber, janin yang dikonsumsi semua adalah janin bayi perempuan. Apakah ini merupakan akibat kebijaksanaan pemerintah China untuk mewajibkan satu anak dalam satu keluarga yg berlaku sampai sekarang, atau hanya karena kegemaran orang akan makanan sehat sudah mencapai kondisi yang sangat terkutuk.


Harap teruskan cerita ini kepada setiap orang demi menghindari penyebarluasan kebiasaan yang tak berperikemanusiaan tersebut.
Sebagai manusia beragama dan berpikiran sehat, kita untuk apapun. Bangsa manusia adalah bangsa yang derajatnya paling tinggi dari mahluk di bumi ini, dan tindakan tersebut adalah tindakan yang sesungguhnya bukan berasal dari pemikiran manusia waras.


Tuesday, August 08, 2006

Editor Koran Kartun Nabi Tewas Terbakar

Editor Koran Kartun Nabi Tewas Terbakar Jumat 4 Agustus 2006, Jam: 8:14:00
JAKARTA (Pos Kota)-Editor koran Denmark, ‘Jyllands Posten,’ yang memuat kali pertama karikatur Nabi Muhammad SAW, ternyata telah lama tewas mengenaskan. Dia terbakar di atas tempat tidur.

Koran The Nations, yang terbit di Pakistan, menyebutkan Danish, yang sedang terlelap tidur, tak bisa kabur dari api yang secara misterius menyergap kamar tidurnya. “Pemerintah Denmark mencoba menyembunyikan kematian tersebut,” ungkap The Nations mengutip klaim dari koran Arab Saudi. Berita kematian ini sebenarnya sudah diterbitkan 13 Juni lalu, namun kabarnya baru menyebar melalui grup milis di internet, seperti Al-Ikhwan.

Seperti diketahui suratkabar Jyllands Posten memuat karikatur Rasulullah SAW yang menggambarkan sosok nabi yang di tubuhnya terdapat bom dan granat. Deskripsi ini seolah-olah Nabi Muhammad SAW adalah seorang teroris.

Namun, jauh sebelum koran itu menerbitkan karikatur tersebut, seorang penulis beragama Kristen, Karen Amstrong, menerbitkan buku Muhammad, Biografi Kritis. Dia mengingatkan bahwa pelecehan dan penindasan terhadap Islam, Nabi Muhammad dan umatnya, sudah merupakan sejarah berulang-ulang. Umat Islam selalu saja diprovokasi, termasuk kasus buku Ayat-ayat Setan, karangan Salman Rushdie.
(agus W).

Saturday, August 05, 2006

SEJARAH YAHUDI


Seperti telah ditunjukkan di awal, semua tanah Palestina, khususnya Yerusalem, adalah suci untuk orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim. Alasannya adalah karena sebagian besar nabi-nabi Allah yang diutus untuk memperingatkan manusia menghabiskan sebagian atau seluruh kehidupannya di tanah ini.

Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan lembaran-lembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah kecil manusia yang mengikutinya pertama kali pindah ke Palestina, yang dikenal kemudian sebagai Kanaan, pada abad kesembilan belas sebelum Masehi. Tafsir Al-Qur'an menunjukkan bahwa Ibrahim (Abraham) AS, diperkirakan tinggal di daerah Palestina yang dikenal saat ini sebagai Al-Khalil (Hebron), tinggal di sana bersama Nabi Luth (Lot). Al-Qur'an menyebutkan perpindahan ini sebagai berikut:

Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (Qur'an, 21:69-71)

Daerah ini, yang digambarkan sebagai “tanah yang telah Kami berkati,” diterangkan dalam berbagai keterangan Al-Qur'an yang mengacu kepada tanah Palestina.

Sebelum Ibrahim AS, bangsa Kanaan (Palestina) tadinya adalah penyembah berhala. Ibrahim meyakinkan mereka untuk meninggalkan kekafirannya dan mengakui satu Tuhan. Menurut sumber-sumber sejarah, beliau mendirikan rumah untuk istrinya Hajar dan putranya Isma’il (Ishmael) di Mekah dan sekitarnya, sementara istrinya yang lain Sarah, dan putra keduanya Ishaq (Isaac) tetap di Kanaan. Seperti itu pulalah, Al-Qur'an menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim mendirikan rumah untuk beberapa putranya di sekitar Baitul Haram, yang menurut penjelasan Al-Qur'an bertempat di lembah Mekah.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Qur'an, 14:37)

Akan tetapi, putra Ishaq Ya’kub (Jacob) pindah ke Mesir selama putranya Yusuf (Joseph) diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’kub juga dikenang sebagai “Bani Israil.”) Setelah dibebaskannya Yusuf dari penjara dan penunjukan dirinya sebagai kepala bendahara Mesir, Bani Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir.

Suatu kali, keadaan mereka berubah setelah berlalunya waktu, dan Firaun memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah menjadikan Musa (Moses) nabi-Nya selama masa itu, dan memerintahkannya untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Ia pergi ke Firaun, memintanya untuk meninggalkan keyakinan kafirnya dan menyerahkan diri kepada Allah, dan membebaskan Bani Israil yang disebut juga orang-orang Israel. Namun Firaun seorang tiran yang kejam dan bengis. Ia memperbudak Bani Israil, mempekerjakan mereka hingga hampir mati, dan kemudian memerintahkan dibunuhnya anak-anak lelaki. Meneruskan kekejamannya, ia memberi tanggapan penuh kebencian kepada Musa. Untuk mencegah pengikut-pengikutnya, yang sebenarnya adalah tukang-tukang sihirnya dari mempercayai Musa, ia mengancam memenggal tangan dan kakinya secara bersilangan.


Meskipun Firaun menolak permintaannya, Musa AS dan kaumnya meninggalkan Mesir, dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar tahun 1250 SM. Mereka tinggal di Semenanjung Sinai dan timur Kanaan. Dalam Al-Qur'an, Musa memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Kanaan:

Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (Qur'an, 5:21)

Setelah Musa AS, bangsa Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina). Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan berpengaruh. Selama pemerintahan putranya Sulaiman (Solomon), batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara. Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa. Setelah wafatnya, Allah mengutus banyak lagi nabi kepada Bani Israil meskipun dalam banyak hal mereka tidak mendengarkan mereka dan mengkhianati Allah.

Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qur'an, 48:26)

Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan ditempati oleh berbagai orang-orang penyembah berhala, dan bangsa Israel, yang juga dikenal sebagai Yahudi pada saat itu, diperbudak kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh Kerajaaan Romawi, Nabi ‘Isa (Jesus) AS datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk meninggalkan kesombongannya, takhayulnya, dan pengkhianatannya, dan hidup menurut agama Allah. Sangat sedikit orang Yahudi yang meyakininya; sebagian besar Bani Israel mengingkarinya. Dan, seperti disebutkan Al-Qur'an, mereka itu yang: ": telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (Al-Qur'an, 5:78) Setelah berlalunya waktu, Allah mempertemukan orang-orang Yahudi dengan bangsa Romawi, yang mengusir mereka semua keluar dari Palestina.

Tujuan penjelasan yang panjang lebar ini adalah untuk menunjukkan bahwa pendapat dasar Zionis bahwa “Palestina adalah tanah Allah yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi” tidaklah benar. Pokok permasalahan ini akan dibahas secara lebih rinci dalam bab tentang Zionisme.

Zionisme menerjemahkan pandangan tentang “orang-orang terpilih” dan “tanah terjanji” dari sudut pandang kebangsaannya. Menurut pernyataan ini, setiap orang yang berasal dari Yahudi itu “terpilih” dan memiliki “tanah terjanji.” Padahal, ras tidak ada nilainya dalam pandangan Allah, karena yang penting adalah ketakwaan dan keimanan seseorang. Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang rasnya.

Al-Qur'an juga menekankan kenyataan ini. Allah menyatakan bahwa warisan Ibrahim bukanlah orang-orang Yahudi yang bangga sebagai “anak-anak Ibrahim,” melainkan orang-orang Islam yang hidup menurut agama ini:

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Qur'an, 3:68)

Asal-Usul Nama Indonesia

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam
catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai *Nan-hai* (Kepulauan
Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini *
Dwipantara* (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata
Sansekerta *dwipa* (pulau) dan *antara* (luar, seberang). Kisah Ramayana
karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap
Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke *Suwarnadwipa* (Pulau Emas,
yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita *Jaza'ir al-Jawi* (Kepulauan Jawa). Nama
Latin untuk kemenyan adalah *benzoe*, berasal dari bahasa Arab *luban
jawi*(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan
dari batang
pohon *Styrax sumatrana* yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari
ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan
orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh
Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di
Pasar Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang
pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab,
Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara
Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka
sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang".
Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (*Indische
Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien*) atau "Hindia Timur" *(Oost
Indie, East Indies, Indes Orientales)*. Nama lain yang juga dipakai adalah
"Kepulauan Melayu" (*Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel
Malais*).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang
digunakan adalah *Nederlandsch-Indie* (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah
pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah *To-Indo* (Hindia Timur). Eduard
Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli,
pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air
kita, yaitu *Insulinde*, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin
*insula* berarti pulau). Tetapi rupanya nama *Insulinde* ini kurang populer.
Bagi orang Bandung, *Insulinde* mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku
yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang
kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli),
memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur
kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah
tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton,
naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19
lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas
Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh
berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit
Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam
bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari
*Jawadwipa*(Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa
dari Gajah Mada,
*"Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" *(Jika telah kalah
pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi
kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi
pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara,
maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua
dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang
modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer
penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah
tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan
negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan
nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, *Journal
of the Indian Archipelago and Eastern Asia* (JIAEA), yang dikelola oleh
James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana
hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli
etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865),
menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel *On
the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian
Nations*. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi
penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (*a
distinctive name*), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan
penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: *Indunesia*atau
*Malayunesia* (*nesos* dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71
artikelnya itu tertulis: *... the inhabitants of the Indian Archipelago or
Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.*

Earl sendiri menyatakan memilih nama *Malayunesia* (Kepulauan Melayu)
daripada *Indunesia* (Kepulauan Hindia), sebab *Malayunesia* sangat tepat
untuk ras Melayu, sedangkan *Indunesia* bisa juga digunakan untuk Ceylon
(Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa
Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang
menggunakan istilah *Malayunesia* dan tidak memakai istilah *Indunesia*.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan
menulis artikel *The Ethnology of the Indian Archipelago.* Pada awal
tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air
kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan.
Logan memungut nama *Indunesia* yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya
dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada
halaman 254 dalam tulisan Logan: *Mr. Earl suggests the ethnographical term
Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely
geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the
Indian Islands or the Indian Archipelago.* Ketika mengusulkan nama
"Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu
akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat
keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam
tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di
kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru
besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905)
menerbitkan buku *Indonesien oder die Inseln des Malayischen
Archipel*sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara ke
tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan
istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul
anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak
benar itu, antara lain tercantum dalam *Encyclopedie van
Nederlandsch-Indie*tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah
"Indonesia" itu dari
tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda
tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama *Indonesische
Pers-bureau.*

Makna politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam
etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan
kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki
makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan!
Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian
kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa *Handels
Hoogeschool* (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan
nama *Indische
Vereeniging*) berubah nama menjadi *Indonesische Vereeniging* atau
Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi
Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan
datang (*de toekomstige vrije Indonesische staat*) mustahil disebut "Hindia
Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan
dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan
politik (*een politiek doel*), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu
tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (*
Indonesier*) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan *Indonesische Studie
Club*pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia
berganti nama
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 *Jong
Islamieten Bond* membentuk kepanduan *Nationaal Indonesische
Padvinderij*(Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang
mula-mula menggunakan
nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah
air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal
28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota *Volksraad* (Dewan Rakyat; DPR
zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama
"Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi
Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan
Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk
selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia

China History

Legenda mengatakan bahwa pada awal dari manusia, surga dan bumi tidaklah terpisah. Keduanya terlihat seperti sangkar telur yg besar. Setiap sudutnya terisi dengan kegelapan dan kekosongan, leluhur dari manusia, Pangu dikandung di telur ini.

Sesudah lewat 18000 thn (thn langit), Pangu yg dikaruniai dengan kekuatan yg tidak terbatas terbangun pada suatu hari. Dengan kemarahan karena hanya kegelapan yg dilihatnya, dia mengampil kapak besar dan mengayunkannya yg mengakibatkan hancurnya telur itu. Secara perlahan, bagian yg ringan dan bersih terangkat ke atas membentuk langit dan bagian yg keras dan kasar terbenam dan membentuk bumi di bawah.

Akhirnya Pangu menciptakan jagat raya. Takut bila langit dan bumi bersatu kembali, Pangu berdiri menahan bumi dan langit ditengah2nya. Setiap harinya, langit meninggi sejauh 1zhang (3.5m) dan bumi menebal sedalam 1zhang. Pangu sendiri berkembang seiring berjalannya waktu

18000thn berlalu, langit menjadi semakin tinggi dan bumi menjadi semakin tebal. Pangu sudah berkembang setinggi 90000li (45000km) dan menjadi seperti pilar penyangga langit. Ketika dasar dari jagat raya sudah terberntuk, Pangu kehabisan tenaga , jatuh dan mati. Sebelum dia sepenuhnya mati, Pangu mengubah air yg dia hirup menjadi angina,. Suara , mata kira dan mata kanannya berubah menjadi petir, matahari dan bulan. Bintang2 dilangit berasal dari rambut dan kumisnya. Tangan, kaki dan tubuhnya membentuk 4 kutub dan lima pegunungan. Darahnya menjadi sungai dan ototnya menjadi persawahan. Rambut dari tubuhnya menjadi rumput dan hutan, memberikan bumi nuansa hijau.

Pada awalnya suasana yg sunyi berlangsung sesaat, sampai pada akhirnya dewi bernama Nuwa merasa sangat kesepian. Pada suatu hari dia menemukan sungai yg sejernih kristal, dia duduk dan membentuk boneka dari tanah liat yg menggambarkan dirinya. Ketika dia meletakkanny di tanah, boneka itu mulai berloncatan dan seperti hidup. Nuwa merasa senang karena tidak kesepian, kemudian dia membentuk lebih banyak boneka dari tanah liat tsb. Pria dan wanita yg telah dibentuk mengelilingi Nuwa, mereka berteriak dan berloncatan. Setelah menunjukkan rasa terima kasih pada sang pencipta, mereka pun berpencar dan pergi kesegala penjuru.

Namun bumi sangatlah luas dan ada batas dari jumlah org yg dapat dibuat langsung dari tanah liat. Lalu Nuwa menemukan rumput tali dimasukannya ke dalam lumpur dan dilemparkannya ke tanah. Keanehan terjadi setiap lumpur yg jatuh ke tanah menjadi manusia. Tak lama kemudain bumi dipenuhi oleh manusia. Nuwa tidak lagi sendirian. Namun manusia tidaklah abadi , untuk mencegah manusia menjadi punah, Nuwa membentuk suatu ikatan perkimpoian antara manusia sehingga mereka dapat melahirkan keturunan dan berkembak biak dari generasi kegenerasi

Note Pada jaman dulu dipercaya para raja ataupun keturunan ningrat adalah hasil dari ciptaan tangan Nuwa secara langsung. Sedangkan para rakyat jelata tidak diciptakan oleh tangan Nuwa secara langsung.

Waktu berselang dan tiba2 terjadi bencana dibumi, langit runtuh, menciptakan lubang yg besar dan permukaan bumi hancur dengan jurang yg dalam akibat timpahan langit. Banjir bandang menerjang hampir membuat bumi ditutupi oleh lautan, semua hewan liar keluar dari hutan menyerang dan memakan manusia. Dunia bagaikan neraka dan manusia diambang kepunahan.

Demi menyelamatkan anak2nya, Nuwa mencoba menambal langit yg runtuh dgn cara menambang batu untuk menutupnya. Dia berkelana kesana kemari mencari batuan dengan berbagai warna sampai terkumpulnya tujuh warna, menempa batuan tersebut sehingga menciptakan bentuk yg didinginkan. Kemudian Nuwa menambal langit tersebut dan langit terlihar seperti sedia kala (dlm legenda, Sun Go Kong berasal dari serpihan batu yg dibawa Nuwa kelangit yg terlepas dan jatuh ke bumi ). Untuk mencegah langit runtuh kembali, Nuwa menggunakan 4kaki dari Kura2 raksasa dan menjadikannya pilar bumi di empat penjuru. Dengan demikian manusia tidak takut langit akan runtuh kembali.

Kemudian Nuwa menenangkan banjir bandang. Dia membunuh naga hitam (dewa air GongGong??) yg telah mencelakakan banyak org dan menyingkirkan semua binatang liar. Akhirnya bencana teratasi dan manusia menjadi penguasa bumi.

Note: ada banyak versi tentan penciptaan, ada yg mengatakan manusia berasal dari mahluk kecil di tubuh Pangu ataupun manusia adalah buah dari Nuwa dan Fuxi.

Untuk Fuxi menurut legenda dia yg menciptakan susunan masyarakat Cina (patrilineal) dia yg mengajarkan manusia berburu, menangkap ikan dan memasak.


Sekitar 4000thn yg lalu, pada masa alliansi antar suku di patrilineal society terdapat suatu suku yg hidup di daerah Qishan dan Jiangshui (Shaanxi saat ini) dia daerah utara sungai kuning, Kepala sukunya bernama Jiang Yan Di. Legenda mengatakan dia yg mengajarkan manusia bagaimana bercocok tanam, sehingga dia dinamakan Shen Nong atau dewa pertanian. Dia mencoba berbagai macam tanaman untuk menyembuhkan sukunya darn demikian menemukan obat-obatan. Dia juga yg menemukan system barter. Dia menciptakan pasar dimana ditentukan kelebihan produksi akan ditukar secara persetujuan antar kedua pihak pada waktu siang hari.

Dikatakan Yandi juga menciptakan zither dan alat musik lainnya. Legenda mengatakan cucunya yg bernama Boiling menikahi wanita yg sangat cantik bernama A-nuyuan yg melahirkan 3anak , Gu, Yan, dan Shu. Shu menciptakan busur dan panah. Sedangkan Gu dan Yan menciptakan alat musik bernama zhong dan menciptakan berbagai macam lagu.

Dikemudian hari, suku dari Yandi mulai berpindah ke timur sepanjang sungai kuning dan pada akhirnya akan berdiam ditanah central. Di tanah central sudah berdiam suku dipimpin oleh Huang Di atau Kaisa Kuning, Nama aslinya adalah Ju Xuanyuan, dia memiliki istri bernama Leizu yg mengembangkan ulat sutera dan meciptakan kain sutera.

Pertempuran terjadi antara Yan Did an Huang Di. Mereka bertempur untuk kepentingan suku mereka masing2. Pertempuran penentuan terjadi di Baquan ( tenggara Zhuolu di Hebei). Dengan bantuan jenderal Zhu Rogn , Yan Di melancarkan serangan api. Dikarenakan Huang Di adalah dewa hujan dia tidak takut dan pada akhirnya melancarkan serangan penentuan. Pada akhirnya Yan Di kalah. Sukunya tercerai berai , banyak yg kemudian begabung dengan Huang Di. Suku Huang Di menjadi yg terkuat didataran tengah.

next Chi You, ShaoHao, ZhuanXU, Yao , Shun, Ku, dan Da Yu